tangis itu telah berubah menjadi suatu suara tegas nan lantang
kulit halus telah menjadi otot-otot yang liat
manja itu hanya ada ketika sakit
dan belaian itu kini terbungkus oleh kulit yang telah tua
ada sebuah keindahan ketika kudengar petuahmu
terkadang kesal, terkadang bosan
namun suara itu adalah mercusuar, selalu benderang dalam pekat
tanpa dirasa, kumis ini mulai tumbuh
jakunpun mulai menonjol
pertanda siap menatang takdir
segala bekalmu telah siap menemaniku
di kala senja, ketika burung bersarang kembali
kau tatap mata anakmu ini, seolah menaruh harap.
seolah memaksa, tatapan itu nanar
mengharap aku tegak dan kuat menahan angin dari selatan ketika badai
waktu terlalu cepat meninggalkan aku
sebentarpun aku tak bisa rehat untuk melemaskan persendian
dan kini semua semakin renta
renta dan kemudian habis
Kamis, 27 Agustus 2009
sebuah puisi untuk wanita perkasa (Ibu)
Diposting oleh chevymemoar di 21.03 0 komentar
Senin, 24 Agustus 2009
Setitik Noktah dari Atap Tertinggi
kabut itu sedikit menebal,
ketika kaki kami melewatinya
udara itu lebih dingin ketika kami menyumbunya
dan sebuah tekad hanyalah sebuah tekad
ketika jiwa ingin menggapai singgasana awan
namun kaki letih dengan segala beban
ketika mata terbelalak puas badan ini ambruk
ranukumbolo akan selalu tenang,
ketika badai menerjang hutan pinus sekitarnya
oro-oro ombo akan selalu menampilkan kegersangannya yang dingin
dan badai pasir itu akan selalu berputar di titik tertinggimu
ketika kami terseok-seok menahan beban,
ketika udara dingin menguliti kulit kami,
ketika keletihan mengubur segala senyum dan tawa
namun, ketika hangatnya api menyala, disitu persahabatan kami berada.
ranupani, 18 Agustus 2009
Diposting oleh chevymemoar di 19.47 0 komentar