Senin, 27 Juli 2009

Jakartaku yang Sedang Biru

Hari ini, entah kenapa dan entah mengapa, jakarta tak biasanya. Awan menghitam, polusi di mana-mana, panas tak banyak terlihat di hari ini.

Langit membiru, ditemani gemawan yang putih, lembut, laksana kapas. Udara sedikit kencang berhembus, namun tetap sejuk. Indah sekali.

Apalagi ketika kita lemparkan pandangan kita ke atas, lalu sedikit menoleh ke arah timur. Terlihat bulan sabit yang samar. Mengapa tak tiap hari saja suasana seperti ini.


ketika kita menengadah ke atas, rasa-rasanya para penyair berkumpul dalam diri kita, seolah-olah apa yang kita lihat adalah sebait kata puisi yang indah. menjadi puitis jiwa ini melihat keahungan ciptaannya.

Udara dan cuaca yang indah hari ini melupakan jiwa ini terhadap keadaan jakarta yang sebebarnya. jakarta yang selalu sibuk akan aktivitas manusia untuk mengejar uang, uang dan uang.

aaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrggggghhhhhhhhhh.....

Hidup ini begitu sulit. Tapi, jika kita resapi, penderitaan itu selalu berbuah manis jika kita selalu sabar dan berikhtiar.

> read more..

Sabtu, 25 Juli 2009

ITB chapter 2

Mengambil kartu Peserta Ujian

entah dari mana aku harus memulai kisah ini, semuanya memberikan banyak sekali pelajaran.

ketika finalisasi selesai, mau tak mau aku harus mengambil kartu ujian langsung ke ITB, tak boleh diwakilkan. padahal kondisi keuanganku ketika itu sedang pailit. terpaksalah aku meminjam uang ke Ninik. Tak besar hanya Rp. 130.000.

jalan baru di pasar rebo ialah tempat aku menunggu bus jurusan Bandung. Tadinya aku biasa menunggu di UKI. Namun berhubung ada unjuk rasa menentang SBY, mau tak mau aku menunggu bus di pasar rebo.

harga bus seperti biasa, Rp. 25.000.

di perjalanan aku duduk sendiri di samping jendela. ruangan bus cukup sejuk, karena aku menaiki bus patas AC. Kulemparkan pandangku jauh keluar jendela bus. Entah kemana, fikiranku melayang. Mengkhayal sesuatu yang tak jelas asalnya.

turun di padalarang. namun hanya naik 2 kendaraan lagi untuk sampai ke Kampus ITB. Karena kenek bus menyarankan aku untuk naik bus jurusan cirebon, lalu aku turun di jalan tamansari.


setelah sampai di kampus ITB, nasib sial menghadangku, aku tak diijinkan mengambil kartu peserta ujian jikalau memakai sandal. Sial.

pusing memikirkan hal tersebut, akhirnya aku singgah di warung nasi uduk tak jauh dari kampus ITB untuk makan mengusir rasa lapar yang sangat karena dari tadi pagi perutku tak sempat bertatapan dengan nasi.

setelah kupikirkan, akhirnya aku menyewa sepatu calo yang menjajakan buku panduan ujian ITB, Rp. 15.000.

setelah bertanya kesana-kemari akhirnya tiba juga aku di loket antri. Masya allah, panjang sekali antriannya....

ternyata antrian dilakukan 2 kali. pertama untuk registrasi, baru kemudian pengambilan kartu.


ketika mengantri aku berkenalan dengan teman di depanku dari Jakarta. Hossam. ternyata ia juga berasal dari Jakarta, tepatnya Utan Kayu. selama mengantri, aku banyak bercakap-cakap dengan sam(panggilan hossam). Untung, ketika antri kali kedua aku dan Sam juga berbarengan.

aku dan sam baru mendpatakan kartu peserta ujian sekitar jam 4 lewat. Kami shalat ashar bersama.

kami memang satu arah, jadinya kami pulang bersama. Sam kali itu diantar oleh Ayahnya.

di perjalanan menuju stasiun kereta kami bertiga banyak berbicara tentang ITB. ketiaka turun dari angkot ayah Sam yang membayarnya. Tak enak aku dibuatnya. Setelah memsan tiket kereta api ayah sam juga yang membayarnya. Padahal ketika itu aku telah menyodorkan uang lima puluh ribuan.

"tak usah, kamu belum bisa mencari uang, biar saya yang ongkosi". ucap ayah sam.


dihitung-hitung, aku hanya mengeluarkan uang sekitar Rp. 70.000 saja.
Subhanallah, dikeadaanku yang sedang pailit ada juga orang yang berbaik hati kepadaku.

kami berpisah di stasiun Jatinegara.

terima kasih Sam, terima kasih Ayah Sam.

> read more..

aarrrggghhh

apakah aku terlahir untuk derita??

jawabannya TIDAK.

derita yang aku pikul aku anggap sebagai cobaan untuk berevolusi ke keadaan yang leebih baik lagi.

hal yang dpat aku jadikan sebagai contoh adalah suatu prosesi evolusi dari sebuah bakteri di laut purba menjadi seekor dinosaurus di zaman jura.
ketika kita telaah lebih dalam, kesemuanya itu merupakan suatu proses panjang yang sangat rumit.
namun, itu benar terjadi kawan. seperti banyak buku-buku tentang evolusi yang menjelaskan.


jadi sebuah bakteri saja bisa menjadi seekor hewan raksasa.

mungkin seorang "aku" bisa menjadi seekor dinosaurus yang besar....????



jawabnya kita lihat nanti.

> read more..

ITB Chapter1

survey kampus

Pagi sekitar jam 8.00 ku bawa diriku melawan pagi yang sudah berpolusi. Entah siapa yang harus disalahkan tentang polusi yang kian hari kian parah. Tapi dalam diriku aku sering tanamkan sesedikit mungkin menghasilkan polusi.

Kuketuk pagar rumah Deni. Deni keluar dengan dandanan khasnya, celana gombrong bersama jaket lorengnya yang merupakan jaket warisan nenek moyang. dengan langkah pasti kami berjalan melewati pasar genjing yang masih ramai.

hampir lelah menunggu bus di pinggir jalan raya Pramuka. padahal ada shelter bus, tapi kami lebih memilih di pinggir jalan saja, hal ini bukan tanpa alasan, karena bus terkadang tidak berhenti di shelter yang telah disediakan. Jadi jangan salahkan kami jikalau kami tak menunggu bus di shelter, tapi salahkan supirnya ( bela diri nie).

Sial. Bus jurusan UKI ternyata belum juga muncul. Terpaksa kami naik kendaran ke Bypass terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan sekali lagi naik kendaraan ke arah UKI.

Bus ke Bandung Rp. 25.000 tak masalah. Di sepanjang perjalanan menuju ITB aku dan deni lebih banyak diam. Kami berbicara dari hati ke hati.

Karena sebelumnya kami tak pernah ke Bandung, jadi ya kami mengandalakan mulut untuk bertanya. Tapi bertanya bukan jalan keluar teman, karena yang ditanya tidak memberikan jawaban yang baik, hanya sekedar opini. Jadi angkutan menuju ITB masih samar di mata kami.


ya biarpun badai menghadang, tujuan kami tetap, ITB.

kita turun di padalarang, kenek bus menyarankan untuk naik angkot warna hijau, kamipun mengindahklan anjurannya. tapi ternyata, dari tempat kita turun angkot ternyata harus 2 kali naik kendaraan lagi...

kita istirahat terlebih dahulu, karena matahari kian berada di atas kepala. Singgah ke Mesjid untuk shalat Dzuhur.
sial, di Mesjid tak didapati sehelailpun kain untuk sembahyang. Mau tak mau aku memakai mukena untuk menutupi auratku. Tak masalah Untuk ITB.

setelah dua kali naik kendaraan, akhirnya kami tiba di ITB. Jalan Tamansari No. 64.
tapi ternyata kampusnya terletak sekitar 1 KM lagi dari sini. kami fikir berjalan kaki adalah pilihan yang tepat menuju kampus ITB di jalan ganesha...

di tengah jalan perut sudah meminta jatah untuk diisi ulang. Mampir ke warung padang. Habiskan apa yang bisa dimakan kalau perut masih sanggup.

kami terduduk di taman dekat mesjid salman. Ternyata ITB lebih besar dari apa yang aku fikirkan. Bangunannya masih mempertahankan bangunan lama. Hawa kampus menandakan bahwa ini adalah tempat kaum Intelektual, bukan kaum sepertiku yang selalu menghabiskan waktu untuk bermain.

tapi jiwa ini ingin merasakan nikmatnya kuliah di kampus ITB, kampus bukan sembarang kampus. Menentang dosen, beradu argumen dengan teman.
akh.....
kenapa mimpiku terlalu tinggi.....

> read more..

Sebuah Puisi Untuk Teman

disana, kita menghabiskan waktu
mengumpulkan mozaik hidup yang tercecer
menyusun jalan hidup berbeda
namun tetap bersama

ketika deru hati gelisah menyambut esok
nasihat teman membangkitkan

tertawa riang menertawakan hal remeh temeh
bercerita tentang apapun
bahkan tentang semua, terlebih persahabatan

bersama,
kita lewati indahnya hari

bersama,
kita jalani terjalnya nasib

bersama,
kita bicarakan tentang esok

bersamamu selamanya.....

tak perduli apapun, tak perduli dimanapun, tak perduli kapanpun.



kita tetap bersama......


GRADASI...

> read more..

Indonesia, Gubuk di tengah Istana

sawah menghampar
laut membiru tersimpan harta
emas terserak di antara pegunungan
air, seakan tak habis mengaliri

di sana,
ketika puji-pujian surga menjelma
orang-orang memuja
alam menyediakan

namun,
kayanya hanya imaji
bagai fatamorgana di antara sahara

rakyatnya,
bagai tuan menjadi kuli
memiliki apa yang tidak ia miliki

rakyatnya,
bagai tikus mati di tengah lumbung padi,
gubuk di tengah hamparan perkakas emas istana


miris

> read more..